Seiring dengan maraknya gerakan konsumen hijau, kesadaran konsumen untuk membeli produk yang ramah lingkungan semakin meningkat, termasuk di dalamnya produk-produk pertanian yang sehat dan bebas bahan kimia.
Munculnya berbagai persyaratan perdagangan internasional seperti ISO-9000, ISO-14000, dan ecolabeling. Berbagai persyaratan ini menandakan bahwa masyarakat internasional tidak lagi menghendaki produk pertanian yang mengandung bahan-bahan kimia dan merusak kesehatan, lingkungan, dan generasi berikutnya.
Pertanian organik menjadi alternatif bagi bangsa Indonesia karena jika pola pertanian modern yang padat bahan kimia tetap dilakukan seperti sekarang ini, dikhawatirkan Indonesia tidak dapat lagi mengekspor produk-produk pertaniannya.
Selain itu, bertani secara organis merupakan terobosan bagi para petani di tengah membubung tingginya harga pupuk dan pestisida kimia.
Sebenarnya, ada dua cara untuk mengatasi tingginya harga pupuk dan pestisida buatan pabrik. Pertama, menyediakan modal yang lebih besar. Ini dapat dilakukan, misalnya, dengan mendapatkan pinjaman Kredit Usaha Tani (KUT). Tentu saja petani terkena beban hutang. Kedua, petani membuat pupuk sendiri dengan bahan-bahan alami yang telah disediakan oleh alam dan melakukan pengendalian hama. Cara kedua relatif jauh lebih murah dan menyehatkan.
Petani organik menjadi petani yang mandiri dan merdeka, karena bahan-bahan bertani diperoleh dari alam sekitar. Petani tidak lagi menjadi tergantung kepada para produsen benih, pupuk, maupun pestisida. Selain itu, pertanian organik memberi ruang yang luas bagi petani untuk mengembangkan kreativitas bertaninya, seperti memanfaatkan bahan-bahan tidak berguna untuk kegiatan bertaninya. Sampah digunakan menjadi pupuk. Kaleng bekas dimanfaatkan untuk mengusir burung. Pertanian organik menjadi bagian dari upaya pemberdayaan petani, karena mengurangi ketergantungan petani terhadap pihak-pihak atas desa yang selama ini mengeksploitasi petani.
Dalam konteks pertanian yang berkelanjutan, model pertanian organik merupakan suatu strategi penguatan pemahaman petani akan harkat hidupnya, dan masa depan pertanian Indonesia. Dalam pemahaman inilah, hak petani atas tanah, perlu ditegakkan. Oleh karena itu, Reforma Agraria Indonesia tetap menjadi agenda pokok perjuangan petani Indonesia.
Membuat pupuk Effective Microorganisme atau EM
Pupuk EM adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses fermentasi menggunakan bakteri (microorganisme). Sampah organik dengan proses EM dapat menjadi pupuk organik yang bermanfaat meningkatkan kualitas tanah.
Beriikut langkah-langkah pembuatan pupuk menggunakan EM :
Pembuatan bakteri penghancur (EM).
Bahan-bahan :
- Susu sapi atau susu kambing murni.
- Isi usus (ayam/kambing), yang dibutuhkan adalah bakteri di dalam usus.
- Seperempat kilogram terasi (terbuat dari kepala/kulit udang, kepala ikan) + 1 kg Gula pasir (perasan tebu) + 1 kg bekatul + 1 buah nanas + 10 liter air bersih.
Alat-alat yang diperlukan :
Panci, kompor dan blender/parutan untuk menghaluskan nanas.
Cara pembuatan :
- Trasi, gula pasir, bekatul, nanas (yang dihaluskan dengan blender) dimasak agar bakteri lain yang tidak diperlukan mati.
- Setelah mendidih, hasil adonannya didinginkan.
- Tambahkan susu, isi usus ayam atau kambing.
- Ditutup rapat. Setelah 12 jam timbul gelembung-gelembung.
- Bila sudah siap jadi akan menjadi kental/lengket.
Perlu diperhatikan susu jangan yang sudah basi karena kemampuan bakteri sudah berkurang. Sedangkan kegunaan nanas adalah untuk menghilangkan bau hasil proses bakteri.
Cara Membuat Pestisida Organik
•Februari 3, 2007 • Tinggalkan sebuah KomentarPestisida adalah zat pengendali hama (seperti: ulat, wereng dan kepik). Pestisida Organik: adalah pengendali hama yang dibuat dengan memanfaatkan zat racun dari gadung dan tembakau. Karena bahan-bahan ini mudah didapat oleh petani, maka pestisida organik dapat dibuat sendiri oleh petani sehingga menekan biaya produksi dan akrab denga lingkungan.
Bahan dan Alat:
2 kg gadung.
1 kg tembakau.
2 ons terasi.
¼ kg jaringao (dringo).
4 liter air.
1 sendok makan minyak kelapa.
Parutan kelapa.
Saringan kelapa (kain tipis).
Ember plastik.
Nampan plastik.
Cara Pembuatan:
Minyak kelapa dioleskan pada kulit tangan dan kaki (sebagai perisai dari getah gadung).
Gadung dikupas kulitnya dan diparut.
Tembakau digodok atau dapat juga direndam dengan 3 liter air panas
Jaringao ditumbuk kemudian direndam dengan ½ liter air panas
Tembakau, jaringao, dan terasi direndam sendiri-sendiri selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan satu per satu dan dijadikan satu wadah sehingga hasil perasan ramuan tersebut menjadi 5 liter larutan.
Dosis:
1 gelas larutan dicampur 5-10 liter air.
2 gelas larutan dicampur 10-14 liter air.
Kegunaan:
Dapat menekan populasi serangan hama dan penyakit.
Dapat menolak hama dan penyakit.
Dapat mengundang makanan tambahan musuh alami.
Sasaran:
Wereng batang coklat, Lembing batu, Ulat grayak, ulat hama putih palsu.
Catatan: Meskipun ramuan ini lebih akrab lingkungan, penggunaannya harus memperhatikan batas ambang populasi hama. Ramuan ini hanya digunakan setelah polulasi hama berada atau di atas ambang kendali. Penggunaan di bawah batas ambang dan berlebihan dikhawatirkan akan mematikan musuh alami hama yang bersangkutan.
Cara Membuat Pupuk Hijau Organik
•Februari 3, 2007 • Komentar DimatikanPupuk Hijau: adalah pupuk organik yang terbuat dari sisa tanaman atau sampah yang diproses dengan bantuan bakteri.
Bahan dan Komposisi:
200 kg hijau daun atau sampah dapur.
10 kg dedak halus.
¼ kg gula pasir/gula merah.
¼ liter bakteri.
200 liter air atau secukupnya.
Cara Pembuatan:
Hijau daun atau sampah dapur dicacah dan dibasahi.
Campurkan dedak halus atau bekatul dengan hijau daun.
Cairkan gula pasir atau gula merah dengan air.
Masukkan bakteri ke dalam air. Campurkan dengan cairan gula pasir atau gula merah. Aduk hingga rata.
Cairan bakteri dan gula disiramkan pada campuran hijau daun/sampah+bekatul. Aduk sampai rata, kemudian digundukkan/ditumpuk hingga ketinggian 15-20 cm dan ditutup rapat.
Dalam waktu 3-4 hari pupuk hijau sudah jadi dan siap digunakan.
Cara Membuat Pupuk Cair Organik
•Februari 3, 2007 • Tinggalkan sebuah KomentarBahan dan Alat:
1 liter bakteri
5 kg hijau-hijauan/daun-daun segar (bukan sisa dan jangan menggunakan daun dari pohon yang bergetah berbahaya seperti karet, pinus, damar, nimba, dan yang sulit lapuk seperti jato, bambu, dan lain-lainnya)
0,5 kg terasi dicairkan dengan air secukupnya
1 kg gula pasir/merah/tetes tebu (pilih salah satu) dan dicairkan dengan air
30 kg kotoran hewan
Air secukupnya
Ember/gentong/drum yang dapat ditutup rapat
Cara Pembuatan:
Kotoran hewan dan daun-daun hijau dimasukkan ke dalam ember.
Cairan gula dan terasi dimasukkan ke dalam ember.
Larutkan bakteri ke dalam air dan dimasukkan ke dalam drum, kemudian ditutup rapat.
Setelah 8-10 hari, pembiakan bakteri sudah selesai dan drum sudah dapat dibuka.
Saring dan masukkan ke dalam wadah yang bersih (botol) untuk disimpan/digunakan.
Ampas sisa saringan masih mengandung bakteri, sisakan sekitar 1 sampai 2 liter, tambahkan air, terasi, dan gula dengan perbandingan yang sama. Setelah 8-10 hari kemudian bakteri sudah berkembang biak lagi dan siap digunakan. Demikian seterusnya.
Kegunaan:
Mempercepat pengomposan dari 3-4 bulan menjadi 30-40 hari.
Dapat digunakan langsung sebagai pupuk semprot, apabila tanah sudah diberi kompos (subur), tetapi apabila tanah kurang subur/tandus, penggunaan langsung sebagai pupuk tidak dianjurkan.
Pupuk cair (larutan bakteri) ini tidak diperbolehkan untuk dicampur dengan bakteri lain, terutama bahan kimia atau bahan untuk pestisida lainnya seperti tembakau.